Pakar Kesehatan UNPAD Ungkap Tiga Kategori Kasus Yang Wajib Dimakamkan Sesuai Prosedur Covid-19

- Senin, 21 Juni 2021 | 20:28 WIB
Irvan Afriandi
Irvan Afriandi

Bandung, Zonabandung.com,- Pakar Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Padjadjaran Bandung, Irvan Afriandi menyatakan terdapat tiga kategori status terkait Covid-19 yang apabila meninggal dunia harus dilakukan pemulasaraan jenazah sesuai dengan pedoman dari Kementerian Kesehatan.

Prosedur terkait kasus Covid-19 ini guna melindungi dan mencegah penularan baru kepada keluarga dan masyarakat yang bersumber dari kegiatan pemulasaraan.

Irvan menyatakan, ketiga kategori ini perlu dipahami oleh semua pihak, tidak hanya para tenaga kesehatan ataupun petugas pemulasara di lapangan. Namun juga seluruh lapisan masyarakat. Sehingga proses tata laksana pemulasaraan jenazah bisa berjalan dengan aman.

“Sesuai pedoman dari Kemkes, terdapat 3 kategori kasus yang diterapkan prosedur pemulasaraan Covid-19. Pertama, orang yang meninggal terkonfirmasi di rumah sakit. Kedua, orang yang meninggal dengan kategori probable di rumah sakit," kata Irvan.

"Ketiga, adalah kontak erat yang ketika datang ke IGD ternyata sudah meninggal,” imbuhnya.

Irvan memaparkan, untuk terkait kasus konfirmasi sudah sangat jelas bahwa ketika meninggal dunia maka pemulasaraan jenazahnya wajib dengan tatalaksana prosedur penanganan Covid-19. Baik itu terkonfirmasi tanpa gejala, dan terlebih ketika sebelum meninggal terdeteksi memiliki gejala.

Untuk kategori probable, Irvan menjelaskan, kasus ini terjadi kepada pasien yang secara klinis menunjukan gejala sehingga diduga terpapar Covid-19. Hanya saja, kondisinya tidak memungkinkan untuk dilakukan pengambilan sampel dalam waktu cepat mengingat kondisi gejalanya yang sangat berat.

“Tapi dari tanda klinis kuat diduga mengarah covid, tapi tidak sempat atau tidak bisa dilakukan pemeriksaan laboratorium. Gambaran klinisnya sangat mirip dengan Covid-19. Kemudian setelah dirontgen sangat mirip,” jelas Lektor Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Unpad ini.

Kondisi kasus probable inilah yang dinilai Irvan menjadi celah terjadinya kesalahpahaman mengenai penanganan pasien yang meninggal sebelum keluar hasil pemeriksaan PCR di laboratorium. Sebab, pasien sudah lebih dulu menunjukan gejala klinis cukup berat yang mengarah pada dugaan terpapar Covid-19.

Sehingga, sambung Irvan, tenaga kesehatan tidak bisa mengambil resiko bahwa jenazah tersebut diabaikan dari dugaan paparan.

Maka untuk pemulasaraan jenazahnya pun harus dalam waktu terbatas dan menggunakan tata laksana sesuai prosedur Covid-19, sekalipun hasil pemeriksaan baru keluar beberapa hari setelah dinyatakan meninggal dunia.

“Karena banyak gejala yang mirip, orang pneumonia berat, sesak karena payah jantung bisa juga, apalagi kita tahu orang dengan komorbid dengan penyakit jantung, asma atau gejala lain mirip Covid-19," jelasnya.

"Jadi faktor resiko sesorang terkena covid itu berat, makanya dokter tidak ambil risiko dengan sangat hati-hati. Itu sebenarnya baik buat dokter, baik buat pasien dan keluarganya,” bebernya.

Irvan mengungkapkan, setiap kasus yang terjadi tidak bisa disamaratakan, karena setiap pasien harus ditelisik lebih jauh mengenai riwayatnnya. Terlebih, ketika awal-awal pandemi Covid-19 terjadi sarana pemeriksaaan laboratorium masih belum memadai, sehingga dokter tidak ingin gegabah menyatakan status Covid-19.

Halaman:

Editor: Administrator

Terkini

PPKM Diperpanjang, Kota Cimahi Berstatus Level 2

Selasa, 17 Mei 2022 | 19:08 WIB
X