Ancam Kemerdekaan Pers, Dewan Pers Bersama Konstituen Kritisi RUU KUHP

- Selasa, 12 Juli 2022 | 21:15 WIB
Dewan Pers bersama konstituen kritisi RUU KUHP melalui zoom meeting, Senin (11/7/2022).
Dewan Pers bersama konstituen kritisi RUU KUHP melalui zoom meeting, Senin (11/7/2022).

Jakarta, Zonabandung.com,– Dewan Pers dan konstituennya, termasuk Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Senin malam (11/7/2022) bersama-sama mengkritisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang digelar melalui zoom meeting.

Anggota Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers, Hendrayana yang tampil sebagai moderator semalam menegaskan, kalangan pers harus mengkritisi dan menyikapi RUU KUHP yang di dalamnya terdapat pasal-pasal yang berpotensi mengancam kebebasan pers.

“Jangan sampai RUU ini diketok palu, dan menjadi masalah untuk kebebasan pers,” kata Hendrayana yang juga ahli hukum pers dan Direktur Eksekutif Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS).

Baca Juga: Ini Tiga Taman di Pusat Kota Bandung Yang Menjadi Daya Tarik Tersendiri Bagi Wisatawan

Reaksi Dewan Pers dan konstituennya itu menanggapi munculnya informasi yang menyebutkan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) sepakat untuk kembali melanjutkan pembahasan atas Revisi Undang-undang (RUU) KUHP dan RUU Pemasyarakatan pada akhir Mei 2022.

Diskusi Dewan Pers yang dilaksanakan Senin malam itu berlangsung sekitar 2 jam, yang di mulai pukul 19.00 dengan moderator Hendrayana. Dari Dewan Pers hadir anggota Dewan Pers Arif Zulkifli Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers dan Dr Ninik Rahayu, S.H, M.S yang juga anggota Dewan Pers.

Sesuai daftar undangan, peserta diskusi terdiri dari, Anggota Dewan Pers, Tenaga Ahli Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, Kelompok Kerja Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, Lemaga Bantuan Hukum Pers, dan perwakilan dari Konstituen Dewan Pers.

Konstituen Dewan Pers dalam diskusi ini mengirim perwakilan organisasi masing-masing, yakni SMSI, Persatuan Wartawan Indonesia(PWI), Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) Indonesia, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) , Ketua Serikat Perusahaan Pers (SPS), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional (PRSSNI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI). Selain itu, hadir juga perwakilan dari Tim Kajian RUU KUHP Dewan Pers tahun 2020, diantaranya, Ahmad Djauhar, dan K. Candi Sinaga.

Arif Zulkifli sebelum diskusi dimulai memberi arahan untuk mencermati bahayanya pasal-pasal rancangan KUHP apabila diterapkan, apakah akan berpotensi mengkriminalisasi wartawan, apa yang harus dilakukan bersama-sama.

Dalam diskusi secara tegas dan jelas ahli hukum tata negara dan kebijakan Bivitri Susanti yang menjadi pembicara menjelaskan pasal per pasal yang berpotensi menghambat dan mengancam kemerdekaan pers.

Pemerintah dan DPR RI, kata Bivitri sudah diberi masukan mengenai RUU KUHP sejak tahun 1980-an, tapi tidak mau mengubahnya. “Kenapa keukeuh banget,” kata Bivitri Susanti.

Bivitri yang mengikuti perjalanan RUU KUHP secara seksama menuturkan, tahun 2019, RUU tersebut hampir diketok palu untuk diputuskan. Tetapi kemudian ditarik karena ada pasal- pasal yang kontroversial.

Pada 22 Mei 2022, dalam rapat dipresentasikan kembali, masih ada 14 pasal kontroversi, termasuk yang mengancam kebebasan pers. “Pada 4 Juli 2022 draft KUHP dibuka ke publik. Tidak berubah juga,” kata Bivitri.

Persoalan RUU KUHP menjadi menakutkan dan menyurutkan kemerdekaan pers apabila diputuskan. Hal ini harus menjadi perhatian kalangan pers.

Halaman:

Editor: Ramdan ZB

Tags

Terkini

Polri Bentuk Satgas Preventif Amankan KTT ASEAN

Selasa, 5 September 2023 | 15:02 WIB

KTT ASEAN ke 43, Empat Ruh Jadi Optimisme Indonesia

Sabtu, 2 September 2023 | 14:53 WIB

Resmi, Kemenkumham Belum Buka Penerimaan CPNS 2023

Minggu, 18 Juni 2023 | 19:47 WIB
X