Bandung, ZonaBandung - Perkembangan teknologi yang sangat pesat, perubahan demografi, sosial budaya, perubahan lingkungan, gejolak arus globalisasi, telah menyebabkan perubahan drastis yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Tak terelakkan pula, gejolak dan perubahan itu akan mempengaruhi kemampuan suatu organisasi untuk mencapai tujuan dalam pemenuhan tugas serta fungsi organisasi yang telah ditetapkan.
Hal tersebut diungkapkan Wadan Sesko TNI Mayjen TNI Kukuh Surya, saat membuka Seminar Pendidikan PASIS DIKREG L SESKO TNI TA 2022 dengan tema “Integitas Binpersman Dalam Mewujugkan Sistem Pengawakan Organisasi yang Ideal di Lingkungan TNI dan Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian.
“Guna memenuhi kebutuhan kuantitas dan kualitas SDM (human resources) yang ideal dalam suatu organisasi, tentunya dibutuhkan upaya pembinaan SDM secara berkelanjutan dan berkesinambungan yang dalam terminologi di lingkungan TNI disebut Pembinaan Personel dan Tenaga Manusia atau disingkat Binpersman,” ujar Wadan Sesko TNI, Rabu (30/11/2022).
Dengan fenomena permasalahan Binpersman yang terjadi beberapa tahun terakhir baik di lingkungan TNI maupun dilingkungan Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementrian (K/LPNK) terlihat bahwa Binpersman yang dilaksanakan belum terselenggara sesuai harapan, hal tersebut dapat terdeteksi dari berbagai isu permasalahan Binpersman yang muncul di ranah publik termasuk di berbagai media sosial.
Fenomena ini telah terbukti pada tahun 2019 lalu, dimana Bisperman di lingkungan TNI menjadi sebuah isu nasional yang mana pada saat itu terdapat 788 prajurit TNI berpangkat Kolonel dan 150 Perwira Tinggi TNI nonjobs alias tidak memiliki ruang jabatan.
Fenomena tersebut di lingkungan TNI di kenal dengan istilah “TRAGEDI BINSPERMAN” yang menimbulkan tanggapan pro dan kontra di kalangan masyarakat khususnya dalam hal apa penyebabnya dan bagaimana alternative pemecahannya.
Sehingga pada akhirnya Presiden Jokowi mengeluarkan kebijakan menambah 60 jabatan Pati dalam struktur organisasi TNI. Fenomena nonjob tersebut pada kenyataannya juga terjadi baik dilingkungan Orgnaisasi Polri maupun di Lingkungan Organisasi kementerian atau di lembaga Pemerintah Non Kementerian.
Isu Validasi organisasi di lingkungan Polri sangat mirip dengan apa yang dilakukan di lingkungan TNI. Sementara itu di lingkungan K/LPNK terdapat penyetaraan atau bahkan penghapusan jabatan administrasi pada eselon 3 dan 4 ke dalam jabatan funsional kebijakan tersebut tentunya menimbuklan gejolak bagaikan gelombang tsunami yang menerpa jajaran pejabat strutural dan pengawas di K/LPNK.
Disisi lain muncul isu banyaknya personil Pegawai Negeri Sipil atau Aparatur sipil Negara yang memiliki kepangkatan lebih tinggi namun menduduki jabatan eselon yang lebih rendah. Fenomena permasalahan Bispermans tersebut menjadi lebih hangat dengan munculnya berbagai isu pro dan kontra terkait pengawakan organisasi di lingkungan K/LPNK oleh personel dari TNI maupun Polri.
Isu dikotomi Sipil-Militer, TNI-Polri, Polri-PNS, isu dwifungsi TNI, Isu Supremasi sipil, isu anggaran pensiun aparatur Pemerintah yang membebani APBN dan banyak lagi isu terkait sebagai dampak dari permasalahan Binsperman baik di lingkungan TNI, Polri maupun di K/LPNK.
Terlebih pada acara Silaturahmi PPAD di Sentul Bogor tanggal 5 Agustus 2022 lalu adanya pernyataan dari Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan terkait perlunya revisi Undang-Undang TNI pada bidang penugasan Perwira TNI di lingkungan Kemetrian dan sekali lagi isu tersebut mendapatkan beragam tanggapan baik pro maupun kontra.
Dari beberapa fenomena yang terjadi, terlihat bahwa solusi penambahan jabatan Perwira Tinggi di lingkungan TNI melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2019 Tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 18 Oktober 2019 dan mulai diimplementasikan pada tahun 2020, pada kenyataannya tidak dapat menjadi solusi dalam mengatasi kelebihan personel khususnya Perwira Tinggi di lingkungan TNI, karena fenomena nonjob tersebut pada akhir 2021 telah muncul kembali.
Solusi penambahan jabatan tersebut sekaligus membuktikan bahwa akar masalah terjadinya fenomena Perwira nonjob di lingkungan TNI bukan kurangnya ruang jabatan Perwira Tinggi dalam struktur organisasi TNI, dan logikanya struktur jabatan dalam suatu organisasi disusun dengan mengacu pada tugas dan fungsi organisasi, bukan sebaliknya yaitu struktur organisasi disusun dan dikembangkan berdasarkan kebutuhan pertumbuhan jumlah personel agar semua mendapatkan ruang jabatan.